ISA ( INTERNATIONAL STANDARS
AUDITING)
Kelas
: Akuntansi B
Kelompok
1 :
1.
Iqbal (32.16.2166)
2.
Leli Maharani (32.16.2171)
Dosen
Pembimbing : Oktavima W,SE,MSA,AK.
Dosen
Wali : Sari Narulita. SE.,M.Acc.
Universitas
17 Agustus 1945 Banyuwangi
Tahun
Pelajaran 2017/2018
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, atas taufik dan hidayah-Nya, kami bisa menyusun karya
tulis ini dengan baik. Upaya penyusunan ini, tidak lepas dari bantuan dan
arahan dari berbagai pihak, maka kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Yang
terhormat dekan Untag Banyuwangi Zaenuddin Imam,SE,MSA.
2. Yang
terhormat Sari Narulita selaku dosen wali
dan pembimbing kami M. Iswahyudi.
3. Yang
terhormat kedua orang tua kami, yang telah memberi semangat dalam menyelesaikan
tugas ini.
4. Yang
tercinta rekan-rekan kelas Akuntansi B yang turut memberikan bantuan.
Karya
tulis yang kami susun ini jauh dari kesempurnaan. Mohon maaf jika ada kesalahan
dalam penyusunan karya tulis ini. Untuk itu kami mohon kritik dan saran demi
kesempurnaan karya tulis ini.
Semoga karya tulis ilmiah ini, dapat
bermanfaat bagi para pembacanya.
Banyuwangi,
18 September 2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman Judul.................................................................................................................. i
Kata
Pengantar................................................................................................. .............. ii
Daftar
Isi.......................................................................................................... .............. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah....................................................... .............. 1
1.2
Rumusan Masalah................................................................ .............. 2
1.3
Tujuan Masalah.................................................................... .............. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
SPAP dan 10 Standar di SPAP.............................................................................. ... 3
2.2
Pengertian
Profesi Akuntan................................................................................ 9
2.3
Audit Berbasis Resiko......................................................................... 9
2.4
Audit Berbasis ISA....................................................................................... 11
2.5
Daftar ISA(kutipan-kutipan)............................................................... 16
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan............................................................................... ............. 22
3.2
Saran..................................................................................... ............. 22
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masalah
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah kodifikasi berbagai
pernyataan standar teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi akuntan publik di
Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan
Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI). Tahun 1972, pertama kalinya ikatan
Akuntan Indonesia berhasil menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan. Pertengahan
tahun 1999 Ikatan Akuntan Indonesia merubah nama Komite NormaPemeriksaan
Akuntan menjadi Dewan Standar Profesional Akuntan Publik.
ISA (International Standards on Auditing) merupakan standar audit
terbaru yang telah diadopsi di Indonesia.
Per 1 Januari 2013, Akuntan Publik di Indonesia wajib melakukan audit
atas laporan keuangan berdasarkan standar yang baru inISA (International
Standards on Auditing) merupakan standar audit terbaru yang telah diadopsi di
Indonesia. Per 1 Januari 2013, Akuntan
Publik di Indonesia wajib melakukan audit atas laporan keuangan berdasarkan
standar yang baru ini.
ISA
sepenuhnya mengadopsi pendekatan Audit Berbasis Resiko, sehingga saat ini
penerapan Audit Berbasis Resiko bagi auditor di Indonesia menjadi hal wajib
(mandatory).
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
masalah tersebut diatas,maka penulis mengemukakan 3 rumusan maslah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana yang
dimaksud dengan SPAP dan 10 standar yang berlaku didalamnya ?
2.
Bagaimana yang
dimaksud dengan Profesi Akuntan ?
3.
Bagaimana yang
dimaksud Audit Berbasis Isa ?
4.
Bagaiman yang
dimaksud Audit Berbasis Resiko ?
5.
Bagaimana dengan
daftar isa (kutipan-kutipan isa) ?
1.3
Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui
SPAP dan 10 standar yang berlaku didalamnya
2.
Untuk mengetahui
Profesi Akuntan
3.
Untuk mengetahui
Audit Berbasis Resiko
4.
Untuk mengetahui
Audit Berbasis Isa
5.
Untuk mengetahui
daftar isa (kutipan-kutipan isa)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SPAP
Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah
kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis yang merupakan panduan dalam
memberikan jasa bagi akuntan publik di Indonesia.
Standar
auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan public
Indonesia terdiri atas Sepuluh Standar yang dikelompokan menjadi tiga kelompok
besar, yaitu :
1. Standar Umum
1.
Audit
harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor.
Standar umum pertama menegaskan bahwa betapa
pun tingginya kemampuan seseorang dalam bidang – bidang lain, termasuk dalam
bidang bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang
dimaksudkan dalam standar auditing ini, jika tidak memiliki pendidikan serta
pengalaman memadai dalam bidang auditing.
Pendidikan
formal diperoleh melalui perguruan tinggi, yaitu fakultas ekonomi jurusan
akuntansi Negara atau swasta ditambah ujian UNA
dasar dan UNA Profesi. Sekarang untuk memperoleh gelar akuntan lulusan
S1 akuntansi harus lulus pendidikan Profesi Akuntan.
2.
Dalam
semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental
harus dipertahankan oleh auditor. Hal – hal berikut ini dimuat dalam PSA No. 04
( SA Seksi 220 ):
a. Standar
ini harus mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah
dipengaruhi, karna ia melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum, dengan
demikian ia tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun.
b. Kepercayaan
masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen sangat penting bagi
perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika
terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternayata berkurang.
c. Profesi
akuntan publik telah menetapkan dalam kode etik profesi akuntan publik. Agar
anggota profesi menjaga dirinya dari kehilangan persepsi independensi dari
masyarakat.
d. Bapepam-LK
juga menetapkan persyaratan independensi bagi auditor yang melaporkan informasi
keuangan yang diserahkan kepada badan tersebut yang mungkin berbeda dengan yang
ditentukan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia.
e. Auditor
harus mengelola praktiknya dalam semangat persepsi independensi dan aturan yang
ditetapkan untuk mencapai derajat independensi dalam melaksanakan pekerjaannya.
f. Untuk
menekankan independensi auditor dari manajemen, penunjukan auditor di banyak
perusahaan dilaksanakan oleh dewan komisaris, Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS)
atau Komite Audit.
3.
Dalam
pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
Hal –
hal berikut dimuat dalam PSA No. 04 ( SA Seksi 230 )
a. Standar
ini menuntut auditor independen untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaanya
dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.
b. Penggunaan
kemahiran professional dengan cermat dan seksama menyangkut apa yang dikerjakan
auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaanya tersebut.
c. Seorang
auditor harus memiliki tingkat keterampilan yang umumnya dimiliki oleh auditor
pada umumnya dan harus menggunakan keterampilan tersebut dengan kecermatan dan
kesaksamaan yang wajar.
d. Para
auditor harus ditugasi dan disupervisi sesuai dengan tingkat pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan sedimikian rupa sehingga mereka dapar mengevaluasi
bukti audit yang mereka periksa.
e. Auditor
di tuntun untuk melaksanakan skeptisme professional. Sekptisme professional
adalah sikap yang mencangkup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan
evaluasi secara kritis bukti audit.
f. Pengumpulan
dan penilaian bukti audit secara objektif menuntut auditor mempertimbangkan
kompetensi dan kecukupan bukti tersebut.
g. Auditor
tidak menganggap bahwa manajemen tidak jujur, namun juga tidak menganggap bahwa
kejujuran menajemen tidak dipertanyakan lagi.
h. Penggunaan
kemahiran professional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk
memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
i. Tujuan
auditor independen adalah untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup untuk
memberikan basis yang memadai baginya dalam merumuskan suatu pendapat.
j. Oleh
karna karakteristik kecurangan terutama yang melibatkan penyembunyian dan
pemalsuan dokumentasi, audit yang direncanakan dan dilaksanakan semestinya
mungkin tidak dapat mendeteksi salah saji material.
k. Oleh
karena pendapat auditor atas laporan keuangan didasarkan pada konsep
pemerolehan keyakinan memadai, auditor bukanlah penjamin dan laporannya tidak
merupakan suatu jaminan.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
Standar pekerjaan lapangan
berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan akuntan di lapangan ( audit field work
), mulai dari perencanaan audit dan supervisi, pemahaman dan evaluasi
pengendalian intern, pengumpulan bukti – bukti audit melalui compliance test,
substantive test, analytical review, sampai selesainya audit field work.
1.
Pekerjaan
harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi
dengan semestinya.
Standar ini berisi pedoman bagi auditor
dalam membuat perencanaan dan melakukan supervise.
2.
Pemahaman
memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
Standar ini menjelaskan mengenai unsur
unsur pengendalian intern dan bagaimana cara auditor mempertimbangkan
pengendalian intern tersebut dalam merencanakan dan melaksanakan suatu audit.
3.
Bukti
audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Standar ini menjelaskan mengenai cara cara
yang harus dilakukan oleh auditor dalam mengumpulkan bahan bukti yang cukup dan
kompeten untuk mendukung pendapat yang harus diberikan auditor terhadap
kwajaran laporan keuangan yang diauditnya.
Berikut ini dikutip beberapa hal
mengenai asersi dari PSA No. 07 (SA):
·
Asersi
(Assertions ) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di
dalam komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit
atau eksplisit serta dapat diklasifikasikan berdasarkan penggolongan dasar
sebagai berikut ini :
a. Keberadaan
atau keterjadian ( existence or occurance )
b. Kelengkapan
( completense )
c. Hak dan
Kewajiban ( right and obligation )
d. Penilian
( evaluation ) atau alokasi
e. Penyajian
dan pengungkapan ( prensentation and
disclosure )
·
Asersi tentang keberadaan atau keterjadian
berhubungan dengan apakah asset atau utang satuan usaha ada pada tanggal
tertentu apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu.
·
Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan
apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan dalam laporan
keuangan telah dicantumkan di dalamnya.
·
Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan
dengan apakah aset merupakan hak perusahaan dan utang merupakan kewajiban
perusahaan pada tanggal tertentu
·
Asersi tentang penilaian atau alokasi
berhubungan dengan apakah komponen – komponen aset, kewajiban, pendapatan, dan
biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah semestinya.
·
Di dalam memperoleh bukti audit yang mendukung
asersi dalam laporan keuangan, auditor independen merumuskan tujuan audit
spesifik ditinjau dari sudut asersi tersebut
·
Auditor independen tidak perlu secara satu
persatu menghubungkan tujuan audit dengan prosedur audit.
3.
Standar Pelaporan
1.
Laporan
auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Menurut PSA No. 08 ( SA Seksi 410 ):
a. Istilah
standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang digunakan dalam standar
pelaporan pertama dimaksudkan meliputi tidak hanya prinsip dan praktik
akuntansi, tetapi juga metode penerapannya. Standar pelaporan pertama tidak
mengharuskan auditor untuk menyatakan tentang fakta, namun standar tersebut
mengharuskan auditor untuk menyatakan suatu pendapat mengenai apakah laporan
keuangan telah disajikan sesuai dengan standar akuntansi tersebut.
b. Istilah
“Standar akuntansi yang berlaku umum” adalah suatu istilah teknis akuntansi
yang mencangkup konvensi, aturan, dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi
praktik yang berlaku secara umum di wilayah tertentu pada saat tertentu. Oleh
karna itu, untuk laporan keuangan yang akan didistribusikan kepada umum di
Indonesia, harus disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku secara
umum di Indonesia.
2.
Laporan
auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan
dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode
sebelumnya.
Menurut standar PSA No. 09 ( SA Seksi 420 )
a.
Tujuan standar konsistensi adalah untuk
memberikan jaminan bahwa jika daya banding laporan keuangan diantara dua
periode dipengaruhi secara material oleh perusahaan standar akuntansi, auditor
akan mengungkapkan perubahan tersebut dalam laporannya.
b.
Penerapan semestinya standar konsistensi
menurut auditor independen untuk memahami hubungan antara konsistensi dengan
daya banding laporan keuangan.
c.
Perbandingan laporan keuangan suatu satuan
usaha diantara beberapa periode dapat dipengaruhi oleh:
3.
Pengungkapan
informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan
lain dalam laporan auditor.
Menurut PSA No. 01 ( SA Seksi 431 )
a. Penyajian
laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi mencangkup dimuatnya
pengungkapan informatif yang memadai atas hal – hal material. Hal – hal
tersebut mencangkup bentuk, susunan da nisi laporan keuangan serta catatan atas
laporan keuangan.
b. Apabila
manajemen menghilangkan dari laporan keuangan, informasi yang seharusnya
diungkapkan sesuai dengan standar akuntansi, termasuk catatan atas laporan
keuangan, maka auditor harus memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau
pendapat tidak wajar karena alas an tersebut dan harus memberikan informasi
yang cukup dalam laporannya.
c. Di dalam
mempertimbangkan cukup atau tidaknya pengunkapan dan dalam segala aspek lain
auditnya, auditor menggunakan informasi yang diterima dari kliennya atas dasar
kepercayaan yang diberikan oleh kliennya, bahwa auditor akan merahasiakan
informasi tersebut.
4.
Laporan
auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit
yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh
auditor
Tujuan
standar pelaporan keempat adalah untuk mencegah salah tafsir tentang tingkat
tanggung jawab yang dipikul oleh akuntan bila namanya dikaitkan dengan laporan
keuangan.
1.
Seorang akuntan dikaitkan dengan laporan
keuangan jika ia mengizinkan namanya dicantumkan dalam suatu laporan, dokumen,
atau komunikasi tertulis yang berisi laporan tersebut.
2.
Akuntan dapat dikaitkan dengan laporan yang
diaudit atau yang tidak diaudit.
2.2 Profesi
Akuntan
Pekerjaan
yang menggunakan keahlian di bidang akuntansi. Termasuk bidang pekerjaan
akuntansi public, intern, keuangan/dagang, akuntansi pemerintah & akuntansi
pendidikan. Seseorang yang bekerja di bidang akuntansi dan memiliki keahlian di
bidang akuntansi maka disebutnya akuntan. Seorang akuntan harus dapat mengamati
keadaan yang ada saat ini karena pekerjaan mereka akan berhubungan dengan
kejadian sehari. Akuntansi dapat juga di sebut ilmu sehari-hari maka dari itu
seorang yang memiliki profesi akuntansi harus dapat mengerti segala yang
berhubungan dengan akuntansi seperti harga saham, psar valuta asing/kurs,
keseimbangan pasar, inflasi, kebijakan moneter dan fiskal semua ini yang harus
di kuasai oleh seorang akuntan. Profesi Akuntan dibagi menjadi 3 antara lain
Akuntan Publik, Akuntan Internal dan Akuntan Pendidik.
2.3 Audit
Berbasis Isa
· Mengapa
ISA?
Pembahasan bagian
pertama bab ini menjawab pertanyaan, mengapa Indonesia mengadopsi ISA? Kita
bisa mendekatinya dari sisi kekuatan pasar dan nilai tambah atau kita bisa
memilih untuk mengabaikan argumen mengenai insentif. Para praktisi juga ingin
mengetahui , berapa besarnya biaya dari perubahan ini.
· Kekuatan
Pasar
KAP Indonesia yang
mempunyai jaringan global (seperti the big four) dan jaringan international
lainnya, melayani client global dan
international yang mengadopsi standard- standard IFAC. Bagi KAP yang melayani client audit
semcam ini, ISA bukan pilihan. Atau lebih tepatnya “ pilih ISA atau pilih
keluar dari jaringan kerja sama global atau jaringan kerja sama international,”
sangat jelas bahwa kekuatan pasar merupakan penentu.
· Ada
Nilai Tambah
Diawali dengan skandal
akuntansi yang dalam istilah ISA, massive and perpasive. Auditor gagal mendeteksi
Financial Statement Fraud tersebut. Tuntutan hukum (pidana,
perdata,administratif). Menyusul regulator mencari solusi.
Lembaga yang menetapkan
standar (standard-setting body) secara froaktif atau reaktif menemukan solusi.
Regulator ‘’ menyukai’’solusi tersebut, dan solusi ( standard baru) diterapkan.
Mungkin dimulai dengan kawasan tertentu, seperti Eropa. Sukses di uni Eropa
mendorong lembaga lembaga keuangan dunia (World Bank dan IMF) meng-endorse
solusi obat tersebut sebagai obat manjur dunia. Dalam waktu satu dasawarsa apa
yang menjadi sukses disatu kawasan di-replicate secara global.
Siapa penerima nilai
tambah ? target utamanya tentu para Investor dan calon Investor yang dengan
standar baru akan memperoleh laporan keuangan yang lebih baik. Akan tetapi pada
akhirnya, profesi akuntansi juga yang
memperoleh manfaat terbesar. Setidak-tidaknya, profesi meraih nilai tambah
tidak berwujud (intangible)berupa peningkatan mutu audit.
· Mengenyampingkan
Pro-Kontra
Dalam menghadapi
desakan lain untuk berubah, praktisi mengeyampingkan pro dan kontra manfaat
biaya dan memutuskan untuk berubah karena tuntutan lingkungan dimana kita
berpraktik. Ini bukan saja pilihan bagi praktisi di Indonesia, tetapi juga
alternatif bagi praktisi di negara-negara lain. Oleh karena itu, IFAC juga
memperhatikan para praktisi ini dengan menerbitkan berbagai pronouncements
berkenaan dengan Small and Medium Practices.
· Dampak
Mengadopsi ISA pada Kenaikan Biaya
Suatu studi yang
dilakukan oleh Annette G. Kohler dan
rekan- rekan dari Univesity of Duisburg-Essen, membuat perkiraan kenaikan biaya
ini dalam kerangka penerapan ISA oleh negara-negara masyarakat Uni Eropa.
Untuk memahami kenaikan
biaya yang diperkirakan studi tersebut. Ada beberapa pengertian yang perlu
dipahami, adalah sebagai berikut:
-
Tanggapan terhadap survei datang dari
tiga kelompok responden, yakni kantor-kantor akuntan yang tergabung dalam Forum
of Firms (FoF), peserta pasar modal (
capital market participants), dan regulator dibidang audit dari negara-negara
Uni Eropa.
-
Seluruh pasar audit (audit market)
dicakup oleh kantor-kantor akuntan yang tergabung dalam FoF, maupun yang tidak
tergabung dalam FoF (kantor akuntan non-FoF)
-
Ada dua jenis klasifikasi biaya dalam
studi ini, yakni biaya yang berulang-ulang
terjadi setiap tahun (recurring cost) dan biaya yang sekali terjadi (One
off Cost) yakni ketika mulai mengadopsi ISA.
2.4 Audit
Berbasis Resiko
Audit
berbasis resiko lebih berupa perubahan pola pandang dari pada sebuah teknik.
Memakai kacamata audit berbasis resiko auditor harus menilai kemampuan
manajemen dalam mengukur resiko, merespon resiko dan melaporkan resiko. Apabila
manajemen memiliki kemampuan yang cukup dalam mengukur, merespon dan melaporkan
resiko dalam suatu area atau proses, maka resiko bawaan bisa diturunkan. Artinya
auditor tidak harus meningkatkan tingkat ketelitian, menambah prosedur atau
menambahkan waktu analisa. Sebaliknya kalau manajemen resiko klien buruk, maka
auditor harus meningkatkan keteliatian, menambah prosedur dan menambahkan waktu
analisa. Sehingga bobot atau score resiko di masing-masing area atau proses
tersebut bisa dijadikan sebagai salah satu dasar untuk penentuan prioritas
audit oleh auditor.
1. Risiko
Audit (Audit Risk)
Risiko memberikan opini audit
yang tidak tepat (expressing an inappropriate audit opinion) atas laporan
keuangan yang disalah sajikan secara material. Tujuan audit adalah menekan
risiko audit ini ke tingkat rendah yang dapat diterima auditor.
Untuk menekan risiko audit ke
tingkat rendah yang dapat diterima,auditor harus :
·
Menilai risiko salah saji yang material
·
Menekan risikko pendeteksian
a.
Komponen Risiko Audit
Risiko
|
Penjelasan
|
Komentar
|
Inherent
Risk (Risiko Bawaan)
|
Kerentanan
suatu asersi (mengenai jenis transaksi, saldo, akun atau pengungkapan) terhadap
salah saji yang mungkin material, sendiri atau tergabung, tanpa
memperhitungkan pengendalian terkait.
|
Meliputi
peristiwa atau kondisi (internal atau eksternal) yang dapat menghasilkan
salah saji (error/fraud) dalam laporan keuangan. Sumber risiko dapat timbul
karena tujuan entitas, sifat operasi/industri, lingkungan peraturan dimana
entitas beroperasi, serta ukuran dan kompleksitas entitas.
|
Control
Risk (Risiko Pengendalian)
|
Risiko
bahwa suatu salah saji bisa terjadi dalam suatu asersi dan bisa material,
sendiri atau tergabung dengan salah saji lainnya, tidak tercegah atau
terdeteksi dan terkoreksi pada waktunya oleh pengendalian intern entitas
|
Manajemen
merancang pengendalian untuk memitigasi suatu faktor risiko tertentu
(business/fraud risk factor). Suatu entitas menilai risikonya dan kemudian
merancang dan mengimplementasi pengendalian yang tepat untuk mengurangi risk
exposure sampai tingkat yang dapat diterima (tolerable/acceptable level).
Pengendalian
bisa bersifat pervasif atau spesifik, yang :
· Pervasif, misalnya sikap manajemen
terhadap pengendalian, komitmen untuk menggunakan tenaga kompeten, dan
mencegah fraud. Ini secara umum disebut entity-level controls (pengendalian
di tingkat entitas)
· Spesifik atau khas ditujukan pada
transaksi, sejak awal atau persiapan transaksi (initation), pengolahan
(processing), sampai pencatatan (recording). Ini disebut business proscess
controls (pengendalian proses bisnis), activity-level controls (pengendalian
tingkat aktivitas), atau transaction controls (pengendalian transaksi)
|
Detection
Risk (Risiko pendeteksian)
|
Risiko
bahwa prosedur yang dilaksanakan auditor untuk menekan risiko audit ke
tingkat rendah yang dapat diterima, tidak akan mendeteksi salah saji yang
bisa material, secara individu atau tergabung dengan salah saji lainnya.
|
Auditor
menilai risiko salah saji material (inherent & control risk) pada tingkat
laporan keuangan dan asersi. Prosedur audit dibuat untuk menekan risiko audit
ke tingkat rendah yang dapat diterima. Dalam menyusun prosedur audit ada
pertimbangan mengenai potensi risiko karena :
· Memilih prosedur audit yang tidak
tepat;
· Salah menerapkan prosedur audit;
atau
· Salah menafsirkan hasil dari
prosedur audit.
|
b.
Tiga Langkah Audit Berbasis Risiko
Tahap/Langkah
|
Penjelasan
|
Risk Assessment
(Menilai Risiko)
|
Melaksanakan
prosedur penilaian risiko untuk mengidentifikasi dan menilai risiko salah
sajiyang material dlam laporan keuangan.
|
Risk Response
(Menanggapi Resiko)
|
Merancang
dan melaksanakan prosedur audit selanjutnya yang menanggapi risiko (salah
saji yang material) yang telah diidentifikasi dan dinilai, pada tingkat
laporan keuangan dan asuransi.
|
Reporting
(Pelaporan)
|
Tahap
melaporkan meliputi :
a. Merumuskan
pendapat berdasarkan bukti audit yang diperoleh
b. Membuat
dan menerbitkan laporan yang tepat, sesuai kesimpulan yang ditarik.
|
· Menilai
Audit Resiko
Menilai
Risiko/Ris Assesment
Kutipan ISA 315.3 mengenai
tujuan auditor dalam Proses Audit Tahap 1
“Tujuan Auditor adalah
mengidentifikasi dan menilai salah saji yang material,karena kecurangan atau
kesalahan, pada tingkat laporan keuangan dan asersi, melalui pemahaman terhadap
entitas dan lingkungannya. Termasuk pengendalian intern entita, yang memberikan
dasar untuk merancang dan mengimplementasi tanggapan terhadap risiko (salah
saji material)yang dinilai”
Menanggapi
Risiko/Risk Respons
Kutipan dari ISA 330.3
mengenai tujuan auditor dalam Proses Audit Tahap 2
“Tujuan auditor adalah memperoleh bukti audit
yang cukup tepat tentang risiko (salah saji material) yang dinilai , dengan
merancang dan mengimplementasikan tanggapan yang tepat terhadap risiko
tersebut”
Tanggapan
auditor terhadap risiko yang dinilai untuk risiko salah saji material,
didokumentasikan dalam suatu rencana audit yang :
·
Berisi tanggapan menyeluruh atas risiko yang
diidentifikasi pada tingkat laporan keuangan
·
Menangani area laporan keuangan yang material
·
Berisi sifat, luasnya, an penjadwalan prosedur
audit spesifik untuk menanggapi risiko salah saji material, pada tingkat asersi
Hal yang
menjadi pertimbangan auditor dalam merencanakan kombinasi prosedir audit yang
tepat untuk menanggapi risiko yaitu :
1. Uji
pengendalian (Test of Controls)
a.
Identifikasi pengendalian intern yang relevan,
jka yang diuji dapat mengurangi lingkup prosedur substantif lainnya. Umumnya
jumlah sampel (sample size) dalam uji pengendalian jauh lebih sedikit dari
jumlah sampel dalam uji sustantif suatu arus transaksi.
b.
Identifikasi setiap asersi yang tidak dapat
ditangani dengan prosedur substanti saja. Contoh, ketika menguji asersi
lengkapnya penjualan dalam entitas kecil, dan situasi di mana transaksi
diproses secara otomatis (dalam penjualan internet).
2.
Prosedur Analitikal Substantif (Substantive
Analytical Procedures)
Prosedur dimana jumlah total suatu arus transaksi
(penjualan) dapat diperkirakan dengan cukup tepat berdasarkan bukti yang
tersedia
3.
Pendadakan (Unpredictability)
Dalam proses audit memang perlu memasukkan
unsur pendadakan ketika menanggapi salah saji material karena kecurangan.
4.
Management Override
Auditor mempertimbangkan perlu prosedur audit
yang spesifik menangani kemungkinan management override atau putusan manajemen
untuk meniadakan pengendalian dengan membuat “pengecualian”
Pelaporan/Reporting
Kutipan dari ISA 700.6
mengenai tujuan auditor dalam Proses Audit Tahap 3
Tujuan auditor adalah :
a. Merumuskan
opini mengenai laporan keuangan berdasarkan evaluasi atas kesimpulan yang ditarik atas bukti audit yang diperoleh
b. Memberikan
opini dengan jelas, melalui laporan tertulis
2.5 Kutipan-kutipan
ISA ( International Standards on Auditing )
·
ISA 500 Auditing
Evidence ( Bukti audit)
alinea
A27-A30 membeerikan contoh-contoh mengeenai relevansi audit:
1. Relevansi
berkaitan dengan hubungan logis dengan tujuan prosedur audit dan jika relevan,
deng an asersi yang dipertimbangkan. Relevansi informasi yang digunakan sebagai
bukti audit mungkin dipengaruhi oleh arah pengujian. Sebagai contoh, jika
tujuan prosedur audit adalah untuk
menguji lebih saji (overstatement) keberadaan atau penilaian utang usaha,
pengujian utang usaha yang tercatat merupakan prosedur audit yang relevan.
2. Di lain
pihak, ketika menguji kurang saji (understatement) keberadaan atau penilaian
utang usaha, pengujian utang usaha yang tercatat tidak akan relevan, namun
pengujian infor masi seperti pembayaran setelah tanggal laporan posisi
keuangan, faktur yang belum dibayar, pernyataan dari pemasok, dan laporan
penerimaan barang yang belum dicocokkan dengan order pembelian mungkin relevan.
3. Suatu
set prosedur audit tertentu dapat memberikan bukti audit yang relevan
untuk beberapa asersi, namun tidak untuk
asersi yang lainnya. Sebagai contoh, inspeksi atas dokumen yang berhubungan
dengan penerimaan kas dari piutang setelah akhir periode dapat memberikan bukti
audit yang berkaitan dengan keberadaan dan penilaian.
4. Pengujian
pengendalian dirancang untuk mengevaluasi \efektivitas operasi pengendalian
dalam mencegah, mendeteksi, atau mengoreksi kesalahan penyajian material dalam
tingkat asersi. Perancangan pengujian pengendalian untuk memperoleh bukti audit
yang relevan mencakup pengidentifikasian kondisi (karakteristik atau atribut)
yang menunjukkan pelaksanaan pengendalian dan kondisi penyimpangan dari
pelaksanaan yang memadai. Keberadaan atau ketiadaan kondisi-kondisi tersebut
dapat diuji lebih lanjut oleh auditor.
5. Prosedur
substantif dirancang untuk mendeteksi kesalahan penyajian material pada tingkat
asersi. Prosedur ini terdiri dari pengujian rinci dan prosedur analitis
substantif. Perancangan prosedur substantif mencakup pengidentifikasian kondisi
yang relevan dengan tujuan pengujian yang dapat mendeteksi kesalahan penyajian
pada tingkat asersi yang relevan
ISA 500 alinea A31-A33 memberikan contoh-contoh
mengenai keandalan bukti audit:
1. Keandalan
informasi yang digunakan sebagai bukti audit, dan oleh karena itu
merupakan bukti audit itu sendiri,
dipengaruhi oleh sumber bukti tersebut dan sifatnya serta kondisi saat bukti
tersebut diperoleh, termasuk pengendalian dalam penyusunan dan pemeliharannya, jika relevan. Oleh karena
itu, generalisasi mengenai keandalan berbagai macam bukti audit masih
tergantung pada beberapa pengecualian penting.
2. Informasi
yang digunakan sebagai bukti audit diperoleh dari sumber eksternal entitas,
mungkin terdapat kondisi yang dapat memengaruhi keandalannya. Sebagai contoh,
informasi yang diperoleh dari sumber luar yang independen dapat menjadi tidak
andal jika sumbernya tidak memiliki
pengetahuan memadai, atau tidak adanya objektivitas pakar manajemen.
3. Meskipun
diakui adanya pengecualian, generalisasi berikut tentang keandalan bukti audit
mungkin bermanfaat:
a. Keandalan
bukti audit meningkat ketika bukti audit diperoleh dari sumber independen dari
luar entitas.
b. Keandalan
bukti audit yang diperoleh dari sumber internal meningkat ketika pengendalian yang berkaitan, termasuk pengendalian
atas penyusunan dan pemeliharaannya,
dilaksanakan secara efektif oleh entitas.
c. Bukti
audit yang diperoleh secara langsung oleh auditor (sebagai contoh, observasi
atas penerapan suatu pengendalian) lebih dapat diandalkan dibandingkan
dengan bukti audit yang diperoleh secara
tidak langsung atau dengan melalui penarikan kesimpulan dari beberapa informasi
(sebagai contoh, permintaan keterangan tentang
penerapan sautu pengendalian).
d. Bukti
audit dalam bentuk dokumen, kertas, data elektronik, atau media lainnya, lebih
dapat diandalkan dibandingkan dengan bukti yang diperoleh secara lisan (sebagai
contoh, catatan rapat lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan representasi
lisan tentang hasil yang dibahas).
e. Bukti
audit yang diperoleh daridokumen asli lebih dapat diandalkan dibandingkan
dengan bukti audit yang diperoleh melalui fotokopi atau faksimili, atau dokumen
yang telah difilmkan, diubah ke dalam bentuk digital, atau diubah ke dalam
bentuk elektronik, yang keandalannya dapat bergantung pada pengendalian atas
penyusunan dan pemeliharaannya.
·
ISA
315
Lebih luas dari sekedar
kegiatan-kegiatan pengendalian (control activities) seperti pemisahan tugas
(segregation of duites), proses otorisasi (authorizations), dan rekonsiliasi
saldo. Pengendalian internal dalam ISA 315 terdiri atas lima komponen. Kelima
komponen pengendalian internal tersebut terdiri dari :
1. Control
Environment
2. Risk
Assessment
3. Information
System
4. Control
Activities
5. Monitoring
·
ISA 320
(Materiality in Planning and Perfoming an Audit)
Isa yang menjadi acuan dalam bab ini ialah ISA 320. menyatakan:
“ Tujuan auditor adalah menerapkan secara tepat konsep materialitas
dalam merencanakan dan melaksanakan audit “.
·
ISA 230
(Audit Documentation)
Salah satu standar internasional tentang audit. Hal ini berfungsi
untuk mengarahkan dokumen audit kertas kerja untuk membantu perencanaan audit.
·
ISA 240
(The Auditor’s Responsibilities Relating to Fraud in an Audit of Financial
Statements) - (Tanggung Jawab auditor yang berkaitan dengan kecurangan dalam
audit laporan keuangan)
Berikut adalah beberapa poin penting dalam ISA
240 dalam pelaksanaan audit berbasis risiko :
Tujuan ISA
240 :
Seorang auditor harus
mempertimbangkan risiko terjadinya fraud dalam laporan keuangan.
·
ISA 260 (Communication
with Those Charged with Governance) - (Pihak
yang Bertanggungjawab atas Tata Kelola)
Pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola
Individu atau organisasi (organisasi-organisasi, seperti wali amanat korporasi)
yang memiliki tanggungjawab untuk mengawasi arah strategis entitas dan
pemenuhan kewajiban yang berkaitan dengan akuntabilitas entitas.
·
ISA 265
(Communication Deficiencies in Internal Control to Those Charged with
Governance and Management) – (Pengkomunikasian Defisiensi dalam Pengendalian Internal
kepada Pihak yang Bertanggung jawab atas Tata Kelola dan Manajemen)
Auditor wajib mengkomunikasikan secara tertulis
kepada TCGW (Those Charge With Goverment) tentang kelemahan signifikan dalam
pengendalian intern yang ditemukan selama audit secara tepat waktu
·
ISA 330
(The Auditor’s Responses to Assesses Risks) – (Respon Auditor terhadap Risiko
yang telah Dinilai)
Membahas mengenai tanggung jawab auditor untuk
merancang dan menerapkan respon terhadap risiko kesalahan penyajian material
yang diidentifikasi dan dinilai oleh auditor dalam suatu audit atas laporan
keuangan.
·
ISA 450
(Evalution of Misstatement Identified during the Audit) – (Pengevaluasian atas
kesalahan penyajian yang diidentifikasi selama audit
Ini berkaitan dengan tanggung jawab auditor mengevaluasi dampak
kesalahan yang diidentifikasi dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak
dikoreksi jika ada terhadap laporan keuangan).
·
ISA 505
(External Confirmations) - (Konfirmasi Eksternal)
Berhubungan dengan penggunaan prosedur konfirmasi eksternal dau
auditor untuk memperoleh bukti audit.
·
ISA 510
(Initial Audit Engagements-Opening Balances) - (Perikatan Audit Tahun Pertama)
Berhubungan dengan tanggung jawab auditor yang berhubungan dengan
saldo awal dalam perikatan tahun pertama. Selain, jumlah dalam laporan
keuangan, saldo awal mencakup hal – hal yang memerlukan pengungkapan yang ada
pada awal periode.
·
ISA 520 (Analytical
Procedures) - (Prosedur Analitis)
Berhubungan dengan penggunaan prosedur analitis oleh auditor
sebagai pengujian subtantif .
·
ISA 530 (Audit
Sampling) - (Sampling Audit)
Ini diterapkan ketika auditor telah memutuskan untuk menggunakan
sampling dalam pelaksanaan prosedur audit.
·
ISA
540 (Auditing Accounting Estimates,
Including Fair Value Accounting Estimes, and Related Disclosures) - (Pihak
Berelasi)
Berkaitan dengan tanggung jawab auditor dalam transaksi pihak
berelasi dalam suatu audit atas laporan keuangan.
·
ISA 560 (Subsequens
Events) - (Peristiwa Kemudian)
Berhubungan dengan peristiwa kemudian dalam suatu audit dalam
laporan keuangan.
·
ISA 570 (Going
Concern) - (Kelangsungan Usaha)
Mengatur tanggung jawab auditor dalam audit atas laporan keuangan
yang berkaitan dengan penggunaan asumsi kelangsungan usaha dan manajemen dalam
menyusun laporan keuangan.
·
ISA 580 (Written
Representations) - (Representasi Tertulis
Berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk memperoleh
representasi tertulis dari menejemen dan jika relevan pihak yang bertanggung
jawab atas tata kelola dalam audit laporan keuangan.
·
ISA 600 (Including
the Work of Component Auditors) - (Pertimbangan khusus audit atas laporan
keuangan grup)
Membahas audit atas laporan keuangan kelompok perusahaan yang
melibatkan beberapa KAP.
·
ISA 705 (Modifications
to the Opinion in the Independent Auditor’s Report) - (Modifikasi pendapat
dalam laporan auditor independen)
Berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk menerbitkan suatu
laporan keuangan yang tepat.
·
ISA 710 (Comparative
Information-Correspodending Figures and Comparative Fianncial Statement) - (Informasi
Komparatif – Angka koresponding dan laporan keuangan komparatif)
Berkaitan dengan tanggung jawab auditor atas informasi komparatif
dalam laporan keuangan
·
ISA 720 (The
Auditor’s Responsibilities Relating to Other Informaton in Documents Containing
Auditied Financial Statements) - (Tanggung jawab auditor atas informasi lain
dalam dokumen yang berisi laporan keuangan auditan)
Informasi keuangan dan non-keuangan, selain dari laporan keuangan
yang diaudit, yang termasuk dalam laporan tahunan entitas.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah
kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis yang merupakan panduan dalam
memberikan jasa bagi akuntan publik di Indonesia. SPAP dan ISA dalam mengatur
laporan keuangan sudah diatur di 10 standar auditing. Serta di dalam ISA
terdapat daftar atau kutipan-kutipan dari ISA 500 – ISA 720.
Di dalamnya Profesi Akuntansi yang menjelaskan
apa pekerjaan Akuntan Publik itu sendiri serta macam-macam profesi akuntansi
yang dijelaskan secara singkat,padat dan jelas . Akuntansi Publik itu sendiri
wajib menjaga kerahasiaan publik yang ditanganinya tetapi tidak hanya klien dan
pemberi kerja saja tetapi semuanya yang berkepentingan dengannya.
3.2
Saran
Dengan
adanya makalah ini, pemahaman kita akan SPAP (Standar Profesional Akuntan
Publik) dan ISA (International Standards on Auditing) bisa lebih memahami dan
menambah wawasan,serta meningkatkan kemampuan kita dalam mengerti materi-materi
yang terdapat didalamnya.
Sekian
terima kasih atas perhatiannya, mohon maaf jika ada kesalahan kata atau kalimat
yang tidak sempurna atau kurang baik untuk dibaca.
DAFTAR PUSTAKA
Theodorus M. Tuanakotta, Audit Kontemporer,Jakarta: Salemba Empat,2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar