The Most Beautiful Moment In Life
Selasa, 09 Oktober 2018
Senin, 25 Juni 2018
Roti Maryam Mayam Me
ROTI MARYAM ' MARYAM ME'
26 Juni 2018
Roti Maryam, Roti Canai, dan Roti Prata sekilas memang mirip. Konon dan
juga seketurunan dengan roti Paratha dari India Utara atau bahkan Kerala
Porotta dari India Selatan. Bahan dasarnya itu kurang lebih sama, yakni
tepung terigu, air, telur dan mentega/lemak/gee. Bentuk dari ketiganya
kalau dilihat juga sama, yakni rata atau ceper dan rasanya gurih karena
ada lemaknya. Di India adalah sendiri roti jenis ini menjadi makanan
rakyat sehari-hari, dan seolah lekat dengan tradisi mereka. Dan itu
biasanya menjadi sarapan atau juga sebagai camilan larut malam. Paratha
itu masih sekeluarga dengan nan dan dosa/ thosai.
Dengan
banyaknya minat masyarakat akan roti maryam menjadi peluang untuk
membuka bisnis kecil yang hanya membutuhkan modal sedikit serta
memperoleh keuntungan yang cukup dan dapat mempromosikan maupun menjual
di berbagai sosial media.
Minggu, 03 Juni 2018
Konservasi Penyu Sukamade
KONSERVASI PENYU SUKAMADE
Sebagai tempat tujuan ekowisata yang berlokasi di zona pemanfaatan
intensif Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), di tempat ini wisatawan
dapat secara langsung menyaksikan penyu bertelur, melepas tukik, camping
hingga berkano pada sore hari sambil menunggu sunset.
Terdapat
beragam fasilitas yang ada di pantai Sukamade antara lain pondok wisata,
camping ground yang dilengkapi pendopo sebagai ruang pertemuan, jalan
trail wisata, information center, laboratorium dan pondok kerja.
Pantai
Sukamade yang dikenal sebagai habitat tempat penyu bertelur juga
memiliki fasilitas penetasan telur-telur penyu semi alami yang menambah
nilai tersendiri bagi penikmat wisata pantai. Pasalnya wisatawan yang
datang dapat mengikuti kegiatan pelepasan tukik (anak penyu) sebagai
bentuk usaha dari konservasi penyu.
Proses penyu bertelur sendiri memakan waktu hampir 3 jam mulai dari
penyu naik ke pantai sampai kembali lagi ke laut. Ada pemandu yang akan
memandu kita mencari penyu betina yang mendarat di pantai untuk
bertelur. Biasanya, penyu betina akan bertelur antara bulan November
hingga Maret.
Banyuwangi Bersholawat
BANYUWANGI BERSHOLAWAT
Banyuwangi bersholawat adalah salah satu festival Banyuwangi yang rutin diselenggarakan tiap tahunnya. Acara ini rutin diselenggarakan baik dalam rangka hari jadi Banyuwangi dll. Setiap diadakannya selalu berhasil memikat minat masyarakat baik dari kalanganmuda maupun yang sudah berumur.
Dalam Banyuwangi Bersholawat selalu mengundang tokoh-tokoh agama yang terkemuka, salahsatunya Habib Syekh bin Abdul Qadir Assegf dengan grup shalawat Ahbabul Musthofa, di malam puncak Hari Jadi Banyuwangi (Harjaba) ke-245 tahun 2016, di Stadion Diponegoro Banyuwangi
Acara ini juga menjadi ajang bersosialisasi antar masyarakat untuk menambah ruang lingkup pertemanan yang lebih luas dan mengenal berbagai macam orang dengan berbagai macam latar belakang serta karakteristik yang berbeda.
Dengan adanya Banyuwangi bersholawat sosialisasi tidak harus terus menerus tentang hal-hal yang berkaitan dengan duniawi tetapi juga bisa tentang agama, saling berbagi ilmu dan belajar bersama dengan tokoh agama.
Jumat, 25 Mei 2018
Legenda Peri Bulan
Cerpen|Legenda Peri Bulan
Posted on 19:24 by Adnan Imam HidayaLEGENDA PERI BULAN
Oleh Mila Nurhida
Wulan
adalah seorang gadis desa yang miskin. Wajahnya agak suram, sebab ia
menderita penyakit kulit di wajahnya. Orang-orang desa sering takut jika
berpapasan denganya. Wulan akhirnya selalu menggunakan cadar.
Pada suatu malam, Wulan bermimpi bertemu dengan pangeran Rangga. Putra Raja itu terkenal dengan keramahannya dan ketampanannya. Wulan ingin berkenalan dengannya. Ia pun makin sering memimpikan Pangeran Rangga.
“Sudahlah, Wulan! Buang jauh-jauh mimpimu itu!“ kata Ibu Wulan, ketika melihat anaknya termangu di depan jendela kamar. “Ibu tidak bermaksud menyakiti hatimu. Kamu boleh menyukai siapa saja. Tapi Ibu tidak ingin akhirnya kamu kecewa,“ tutur Ibu Wulan lembut.
Sebenarnya Wulan juga sadar. Mimpinya terlalu tinggi. Orang-orang desa saja takut melihatnya, apalagi pangeran Rangga. Pikir Wulan.
Pada suatu malam, Wulan melihat pemandangan alam yang sangat indah. Bulan bersinar terang di langit. Cahayanya lembut keemasan. Di sekitarnya, tampak bintang-bintang yang berkelap-kelip. Malam itu begitu cerah.
“Sungguh cantik!“ gumam Wulan. Matanya takjub memandang ke arah bulan.
Tiba-tiba saja Wulan teringat pada sebuah dongeng tentang Dewi Bulan. Dewi itu tinggal di bulan. Ia sangat cantik dan baik hati. Ia sering turun ke bumi untuk menolong orang-orang yang kesusahan. Di desa Wulan, setiap ibu yang ingin mempunyai anak perempuan, selalu berharap anaknya seperti Dewi Bulan.
Dulu, ketika Wulan masih kecil, wajahnya pun secantik Dewi Bulan, menurut Ibu Wulan.
“Aku ingin memohon kepada Dewi Bulan agar aku bisa canti lagi seperti dulu. Tapi…, ah.., mana mungkin! Itu pasti hanya dongeng!” wulan segera menepis harapannya. Setelah puas menatap bulan, Wulan menutup rapat jendela kamarnya. Ia beranjak untuk tidur dengan hati sedih.
Wulan adalah gadis yang baik. Hatinya lembut dan suka menolong orang lain. Suatu sore, Wulan bersiap-siap pergi mengantarkan makanan untuk seorang nenek yang sedang sakit. Meski rumah nenek itu cukup jauh, Wulan rela menjenguknya.
Sepulang dari rumah si nenek, Wulan kemalaman di tengah perjalanan. Ia bingung karena keadaan jalan begitu gelap. Entah dari mana asalnya, tiba-tiba, muncul ratusan kunang-kunang. Cahaya dari tubuh mereka begitu terang.
“Terima kasih kunang-kunang. Kalian telah menerangi jalanku!“ ucap Wulan lega.
Ia berjalan, dan terus berjalan. Namun, meski sudah cukup jauh berjalan. Wulan tidak juga sampai di rumahnya. Wulan tidak juga mememukan rumahnya.
“Kusara aku sudah tersesat!“ gumamnya panik. Ternyata para kunang-kunang telah mengarahkannya masuk ke dalam hutan.
“Jangan takut, Wulan! Kami membawamu kesini , agar wajahmu bisa disembuhkan,“ ujar seekor kunang-kunang.
“Kau?Kau bisa bicara?“ Wulan menatap heran seekor kunang-kunang yang paling besar.
“Kami adalah utusan Dewi Bulan,“ jelas kunang-kunang itu.
Wulan akhirnya tiba di tepi danau. Para kunang-kunang beterbangan menuju langit. Begitu kunang-kunang menghilang, perlahan-lahan awan hitam di langit menyibak. Keluarlah sinar bulan purnama yang terang benderang.
“Indah sekali!“ Wulan takjub. Keadaan di sekitar danau menjadi terang.
Wulan mengamati bayang-bayang bulan di atas air danau. Bayangan purnama itu begitu bulat sempurna. Tak lama kemudian, tepat dari bayangan bulan itu muncullah sosok perempuan berparas cantik.
“Si...siapa kau?“ tanya Wulan kaget.
“Akulah Dewi Bulan. Aku datang untuk menyembuhkan wajahmu,“ tutur Dewi Bulan lembut. “Selama ini kau telah mendapat ujian. Karena kebaikan hatimu, kau berhak menerima air kecantikan dariku. Usaplah wajahmu dengan air ini!“ lanjut Dewi Bulan sambil memberikan sebotol air.
Dengan tangan gemetar Wulan menerimanya. Perlahan-lahan Dewi Bulan masuk kembali ke dalam bayang-bayang bulan di permukaan air danau. Kemudian ia menghilang.
Wulan segera membasuh wajahnya dengan air pemberian Dewi Bulan. Malam itu, Wulan tertidur di tepi danau.
Akan tetapi, sungguh ajaib! Esok harinya. Ia telah berada di kamarnya sendiri lagi. Ketika bercermin, ia sangat gembira melihat kilit wajahnya telah halus lembut kembali seperti dulu. Ia telah canti kembali. Ibunya heran dan gembira.
“Bu, Dewi Bulan ternyata benar-benar ada!“ cerita Wulan.
Dengan cepat kecantikan paras Wulan tersebar kemana-mana. Bahkan sampai juga ke telinga Pangeran Rngga. Karena penasaran, Pangeran Rangga pun mecari Wulan. Keduanya akhirnya bisa bertemu. Wulan sangat gembisa bisa bersahabat dengan pangeran pujaan hatinya.
sumber : http://fantasi-cerpen.blogspot.co.id/2012/07/cerpenlegenda-peri-bulan.html
Pada suatu malam, Wulan bermimpi bertemu dengan pangeran Rangga. Putra Raja itu terkenal dengan keramahannya dan ketampanannya. Wulan ingin berkenalan dengannya. Ia pun makin sering memimpikan Pangeran Rangga.
“Sudahlah, Wulan! Buang jauh-jauh mimpimu itu!“ kata Ibu Wulan, ketika melihat anaknya termangu di depan jendela kamar. “Ibu tidak bermaksud menyakiti hatimu. Kamu boleh menyukai siapa saja. Tapi Ibu tidak ingin akhirnya kamu kecewa,“ tutur Ibu Wulan lembut.
Sebenarnya Wulan juga sadar. Mimpinya terlalu tinggi. Orang-orang desa saja takut melihatnya, apalagi pangeran Rangga. Pikir Wulan.
Pada suatu malam, Wulan melihat pemandangan alam yang sangat indah. Bulan bersinar terang di langit. Cahayanya lembut keemasan. Di sekitarnya, tampak bintang-bintang yang berkelap-kelip. Malam itu begitu cerah.
“Sungguh cantik!“ gumam Wulan. Matanya takjub memandang ke arah bulan.
Tiba-tiba saja Wulan teringat pada sebuah dongeng tentang Dewi Bulan. Dewi itu tinggal di bulan. Ia sangat cantik dan baik hati. Ia sering turun ke bumi untuk menolong orang-orang yang kesusahan. Di desa Wulan, setiap ibu yang ingin mempunyai anak perempuan, selalu berharap anaknya seperti Dewi Bulan.
Dulu, ketika Wulan masih kecil, wajahnya pun secantik Dewi Bulan, menurut Ibu Wulan.
“Aku ingin memohon kepada Dewi Bulan agar aku bisa canti lagi seperti dulu. Tapi…, ah.., mana mungkin! Itu pasti hanya dongeng!” wulan segera menepis harapannya. Setelah puas menatap bulan, Wulan menutup rapat jendela kamarnya. Ia beranjak untuk tidur dengan hati sedih.
Wulan adalah gadis yang baik. Hatinya lembut dan suka menolong orang lain. Suatu sore, Wulan bersiap-siap pergi mengantarkan makanan untuk seorang nenek yang sedang sakit. Meski rumah nenek itu cukup jauh, Wulan rela menjenguknya.
Sepulang dari rumah si nenek, Wulan kemalaman di tengah perjalanan. Ia bingung karena keadaan jalan begitu gelap. Entah dari mana asalnya, tiba-tiba, muncul ratusan kunang-kunang. Cahaya dari tubuh mereka begitu terang.
“Terima kasih kunang-kunang. Kalian telah menerangi jalanku!“ ucap Wulan lega.
Ia berjalan, dan terus berjalan. Namun, meski sudah cukup jauh berjalan. Wulan tidak juga sampai di rumahnya. Wulan tidak juga mememukan rumahnya.
“Kusara aku sudah tersesat!“ gumamnya panik. Ternyata para kunang-kunang telah mengarahkannya masuk ke dalam hutan.
“Jangan takut, Wulan! Kami membawamu kesini , agar wajahmu bisa disembuhkan,“ ujar seekor kunang-kunang.
“Kau?Kau bisa bicara?“ Wulan menatap heran seekor kunang-kunang yang paling besar.
“Kami adalah utusan Dewi Bulan,“ jelas kunang-kunang itu.
Wulan akhirnya tiba di tepi danau. Para kunang-kunang beterbangan menuju langit. Begitu kunang-kunang menghilang, perlahan-lahan awan hitam di langit menyibak. Keluarlah sinar bulan purnama yang terang benderang.
“Indah sekali!“ Wulan takjub. Keadaan di sekitar danau menjadi terang.
Wulan mengamati bayang-bayang bulan di atas air danau. Bayangan purnama itu begitu bulat sempurna. Tak lama kemudian, tepat dari bayangan bulan itu muncullah sosok perempuan berparas cantik.
“Si...siapa kau?“ tanya Wulan kaget.
“Akulah Dewi Bulan. Aku datang untuk menyembuhkan wajahmu,“ tutur Dewi Bulan lembut. “Selama ini kau telah mendapat ujian. Karena kebaikan hatimu, kau berhak menerima air kecantikan dariku. Usaplah wajahmu dengan air ini!“ lanjut Dewi Bulan sambil memberikan sebotol air.
Dengan tangan gemetar Wulan menerimanya. Perlahan-lahan Dewi Bulan masuk kembali ke dalam bayang-bayang bulan di permukaan air danau. Kemudian ia menghilang.
Wulan segera membasuh wajahnya dengan air pemberian Dewi Bulan. Malam itu, Wulan tertidur di tepi danau.
Akan tetapi, sungguh ajaib! Esok harinya. Ia telah berada di kamarnya sendiri lagi. Ketika bercermin, ia sangat gembira melihat kilit wajahnya telah halus lembut kembali seperti dulu. Ia telah canti kembali. Ibunya heran dan gembira.
“Bu, Dewi Bulan ternyata benar-benar ada!“ cerita Wulan.
Dengan cepat kecantikan paras Wulan tersebar kemana-mana. Bahkan sampai juga ke telinga Pangeran Rngga. Karena penasaran, Pangeran Rangga pun mecari Wulan. Keduanya akhirnya bisa bertemu. Wulan sangat gembisa bisa bersahabat dengan pangeran pujaan hatinya.
sumber : http://fantasi-cerpen.blogspot.co.id/2012/07/cerpenlegenda-peri-bulan.html
Kamis, 24 Mei 2018
adventure Pantai Boom Banyuwangi
PANTAI BOOM BANYUWANGI
Pantai yang dulunya berfungsi sebagai pelabuhan tersebut kini telah
dibenahi. Sekarang, Pantai Boom sudah berada di jajaran pantai unggulan
Banyuwangi lainnya, seperti pantai Pulau Merah dan Pantai Sukamade.
Pantai Boom diproyeksikan sebagai destinasi wisata maritim terpadu
Indonesia. Pantai seluas 44,2 hektar tersebut akan dilengkapi dengan
dermaga sandar yacht, hotel, restoran, dan pusat hiburan.
Pantai Boom nantinya juga akan dibagi dalam zona-zona seperti kawasan
komersil, publik dan kawasan perikanan. Aktivitas nelayan tidak
berhenti, wisatawan juga dapat melihat kesibukan nelayan Banyuwangi
sehari-hari.
Walaupun masih dalam tahap pembenahan, kenyamanan Pantai Boom sudah
dapat kamu rasakan. Tersedia kursi payung untuk duduk-duduk, taman yang
cantik dan bebas sampah, serta jogging track untuk pengunjung yang ingin olahraga. Toilet dijaga kebersihannya dan pedagang pun telah ditata rapi dan tertib.
Tahun 2013 lalu, Pantai Boom sukses menjadi venue Banyuwangi Jazz Festival dan tiap tahunnya rutin diselenggrakan Banyuwangi Jazz Festival.
Kebo- Keboan Banyuwangi
KEBO-KEBOAN
Kebo-keboan merupakan upacara ritual yang setiap tahun diadakan oleh masyarakat Banyuwangi suku Osing. Masyarakat suku Osing Banyuwangi mempunyai
tradisi unik dalam rangkaian selamatan desa sebagai ungkapan rasa syukur atas
hasil panen yang melimpah sekaligus sebagai upacara bersih desa agar seluruh
warga diberi keselamatan dan dijauhkan dari segala marabahaya. Ritual yang
rutin digelar setiap tahun sekali, tepatnya bulan Muharam atau Suro pada
penanggalan Jawa, yang jatuh pada hari minggu antara tanggal 1 sampai 10 suro
ini, dikenal warga setempat dengan Ritual Kebo-keboan. Konon tradisi ini sudah berlangsung sejak abad 18. Warga setempat
meyakini, jika tidak dilakukan akan muncul musibah di desa mereka.
Kebo-keboan adalah bahasa daerah yang berarti kerbau jadi-jadian.
Kerbau dipilih menjadi simbol karena merupakan hewan yang diakui
sebagai mitra petani di sawah. Kerbau juga merupakan tumpuan mata
pencaharian masyarakat desa yang mayoritas sebagai petani.
Dalam ritual
Kebo-keboan, peserta yang bertubuh tambun berdandan layaknya kerbau (kebo) lengkap dengan tanduk buatan dan
lonceng di lehernya serta melumuri tubuhnya dengan cairan hitam yang terbuat
dari oli dan arang. Mereka juga menarik bajak mengeliling sepanjang jalan
desa dengan di iringi dengan musik khas Banyuwangi, sebagai ritual sakral untuk
meminta berkah keselamatan dan wujud bersih desa.
Di Banyuwangi, ritual Kebo-keboan telah menjadi tradisi
turun-temurun yang dilakukan oleh penduduk Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi dan
Dusun Krajan, Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh.
Langganan:
Postingan (Atom)